Oleh : Badri Stiawan
Analisis Komunikasi
Politik,
Pidato Anas Urbaningrum
Pada Saat Pengunduran Dirinya Sebagai
Ketua Umum Partai
Demokrat
Sebelum mengkaji beberapa hal terkait dengan pidato
terakhir Anas di tubuh Partai Demokrat disela-sela pengunduran dirinya sebagai
ketua umum, terlebih dahulu kita bahas mengenai latar belakang dan perannya
dalam dunia perpolitikan ditingkat nasional.
Anas Urbaningrum adalah salah satu mahasiswa Ilmu
Politik di salah satu perguruan tinggi yang ada di Jawa Timur. Dia adalah
mahasiswa yang mempunyai prestasi terbaik pada masanya. Maka tidak heran
apabila Anas sangat paham dalam bidang politik berikut dengan caranya dalam
berpolitik. Dari sinilah Anas mendapatkan bekal pengetahuan mengenai politik. Pengetahuannya
tentang politik tidak hanya dikembangkan di dunia akademik saja. Setelah
selesai melakukan studi, dia menerapkan ilmunya di berbagai organisasi termasuk
di Partai Demokrat itu sendiri.
Dalam pidatonya Anas menyampaikan bahwa pengunduran
dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat bukanlah akhir dari karirnya dalam
dunia perpolitikan. Dia menyampaikan bahwasanya hal itu baru permulaan dari
langkah-langkah besarnya. Anas selama menjabat sebagai ketua umum tentunya
memiliki banyak pengalaman. Dan tidak hanya itu, dia juga tentunya sudah
merasakan pahit manisnya politik. Dari hal itu bisa dipastikan kalau Anas
memang benar-benar paham mengenai apa langkah dan tindakan yang ia lakukan
dalam berpolitik. Anas yang dikenal dengan politik santunnya banyak mendapatkan
perhatian lebih dari berbagai pakar politik yang ada di Indonesia. Bahkan
tokoh-tokoh politik yang jauh mendahului Anas mengakui akan pengalaman dan
pengetahuannya dibidang ini. Selama menjabat sebagai ketua umum banyak halangan
dan rintangan yang dihadapi, salah satunya ialah kasus dugaan korupsi yang
menimpanya. Karena itulah Anas bertekad untuk lebih fokus untuk menghadapi
permasalahan yang sedang ia hadapi dan melepaskan status jabatannya sebagai
orang nomer satu di Partai Demokrat.
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi komunikator
politik, hanya bobotnya yang berbeda antara tokoh dan orang kebanyakan. Menurut
Leonard Doob yang kemudian disitir oleh Nimmo (1993), komunikator politik dapat
dikategorikan dalam tiga tipologi: (1) politikus atau disingkat “pols”;
(2) komunikator professional atau “pross”; (3) aktivis atau disingkat “vois”.
Dari penjelasan ini, Anas tentunya sudah memenuhi syarat dari tiga kategori di
atas untuk menjadi seorang komunikator politik. Menurut Daniel Katz, politikus
dapat dibedakan menjadi dua, yakni “partisan” dan “ideolog.” Partisan adalah
mereka yang mengidentifikasi diri sebagai wakil kelompok. Politikus partisan
ini lebih banyak melindungi atau mendahulukan kepentingan kelompok atau
pribadi. Adapun ideolog merupakan politikus yang berorientasi pada pengambilan
keputusan. Mereka berusaha memperjuangkan kepentingan partai, ideologi, atau
nilai-nilai perjuangan. Dari penjelasan di atas, dalam hal ini posisi Anas
berperan sebagai komunikator politik dikala penyampaian pidato pengunduran
dirinya sebagai ketua umum partai dan dia termasuk dalam kategori politikus
ideolog. Karena, sesuai dengan penjelasan mengenai macam-macam politikus bahwa
seorang politikus ideolog sarat akan usaha memperjuangkan ideologi serta
nilai-nilai perjuangan.
Untuk memahami pesan-pesan Anas dalam pidatonya,
terlebih dahulu kita memahami pesan dalam komunikasi politik itu sendiri; Pesan
dalam komunikasi politik digunakan dalam praktik sejarahnya sebagai ‘peluru’
untuk mempengaruhi atau mempersuasi komunikan atau khalayak yang menjadi
sasaran dalam kegiatan komunikasi politik. Sesuai dengan dijelaskan oleh
Aristoteles yang menjelaskan tentang teori retorika politik bahwasanya pesan
komunikasi politik harus memiliki power untuk menyampaikan keinginan, nilai,
ideologi, pemijkiran, opini, dan sebagainya dari para pesarta komunikasi,
terutama dalam komunikasi persuasi untuk membujuk atau mempengeruhi orang lain
untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator.
Dalam pidatonya Anas menyampaikan tentang pidato
Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) selaku Presiden RI yang menyarankan saudara Anas
Urbaningrum agar lebih fokus untuk menghadapi atau menyelesaikan kasus dugaan
korupsi yang tujukan kepadanya. Dia menyampaikan kecurigaannya mengenai
kata-kata SBY dalam pidatonya tersebut. Dengan itu sebenarnya Anas ikut
mengajak audiens yang hadir pada saat itu dan masyarakat Indonesia pada umumnya
untuk ikut mengkaji ulang mengenai pidato yang disampaikan oleh SBY. Bagaimana
SBY bisa menyarankan Anas agar lebih fokus pada kasusnya, padahal kasus
tersebut masih belum ada pemberitahuan sebelumnya dari instansi terkait atas
dugaan korupsi yang akan ia hadapi nantinya. Pesan-pesan Anas banyak melahirkan
rasa penasaran yang amat sangat bagi kalangan politikus maupun akademisi.
Lebih-lebih Anas yang mengatakan bahwa masalah dugaan korupsi dan pengunduran
dirinya sebagai ketua umum hanyalah permulaan atau itu baru halaman pertama,
dan masih banyak lagi halaman-halaman selanjutnya yang akan dibuka bersama dan
akan dijalani bersama. Dari pidato tersebut secara tidak langsung Anas
memberikan pekerjaan rumah yang harus dipecahkan. Apakah isi dari halaman
selanjutnya yang sudah dipersiapkan oleh Anas? Itulah pertanyaan yang muncul
pada saat itu. Banyak versi atau tidak sedikit para pakar politik yang
menafsirkan kata-kata Anas tersebut. Pidatonya banyak mendapatkan perhatian dan
tidak menutup kemungkinan masyarakat maupun orang-orang yang pro terhadap Anas
akan bersiaga dan menunggu apa yang akan dilakukan oleh Anas nantinya.
Bagi media massa, tugas mereka adalah
menyosialisasikan pentingnya penyelesaian politik melalui pembicaraan. Entah
itu berupa perdebatan, negosiasi, ataupun kompromi dan lobi politik. Media
massa dituntut secara demokratis memberikan liputannya sebagai representasi
opini khalayak yang beragam. Pada saat Anas berpidato yang terakhir kalinya
sebagai ketua umum partai Demokrat banyak media yang meliput dan mengabadikan acara
tersebut, baik kalangan media eletronik, media cetak maupun dari new media.
Dengan hadirnya berbagai media massa ini sangat dimanfaatkan oleh Anas untuk
menyampaikan gagasan dan pemikirannya, dengan harapan pidatonya dapat
tersalurkan. Sehingga apa yang menjadi keinginan darinya bisa tercapai dan
terealisasikan. Terbukti dengan hadirnya media massa pada saat itu bukan hanya
kader Partai Demokrat saja yang tahu akan apa yang disampaikan oleh Anas pada
saat berpidato, melainkan seluruh masyarakat Indonesia yang mengikuti acara
tersebut yang disajikan oleh media massa tertentu.
Ada banyak kader yang hadir di acara pengunduran
diri Anas dan banyak masyarakat yang ikut menyaksikannya melalui saluran media
massa. Dan dapat dikatakan bahwa sasaran dari komunikasi politik Anas yang
pertama adalah para kader Demokrat baik yang hadir pada acara tersebut maupun
yang tidak. Dengan status jabatannya sebagai ketua umum, Anas mempunyai power
atau kekuatan untuk mempersuasi atau mempengaruhi kader-kadernya. Dan tidak
hanya itu, Anas masuk dalam daftar nama orang-orang yang paling berpengaruh di
Indonesia. Bisa dikatakan pidato Anas saat itu menggunakan kekuatan politiknya
untuk mengajak para kadernya agar ikut
bersama membuka halaman-halaman selanjutnya untuk dibuka dan dibaca bersama.
Namun jika ditelaah kembali kata-kata Anas tidaklah untuk disampaikan kepada
kader-kader Demokrat saja. Melainkan juga kepada para elit politik, akademisi
dan seluruh masyarakat pada umumnya agar ikut berpartisipasi dalam planning
politik yang tentunya akan melibatkan banyak orang dari berbagai elemen.
Mengenai pertanyaan kapan, dengan siapa dan bagaimana Anas akan melakukan
gebrakan politiknya itu masih menjadi tanda Tanya besar saat ini dan banyak
para pakar yang masih mengkajinya.
Sumber
Referensi
ü Subiakto,
Henry & Ida, Rachmah. 2012. Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi.
Jakarta: KENCANA Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar