Rabu, 16 April 2014

TERNYATA

“Ilmu Bisa Mengangkat Derajat Seseorang”
Oleh: Badri Stiawan

Belajar adalah suatu pilihan. Sedangkan pintar dan bodoh adalah konsekuensi. Seseorang akan tahu jika mencari tahu. Namun, dari kekuatan yang besar akan muncul tanggung jawab yang besar pula. Sama halnya dengan orang yang mencari ilmu.
يرفع الله الذين امنو منكم والذين اوتو العلم درجات.
Yang intinya bahwa, “Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu”.
Bagi orang-orang yang memiliki keinginan dan kesadaran yang tinggi, ketika ilmu yang diperoleh bertambah banyak maka orang tersebut pasti akan merasa semakin bodoh (haus ilmu). Berbeda dengan orang-orang yang angkuh dan sombong. Hanya karena memahami sebagian ilmu (sedikit) atau tahu secara sepintas saja sudah terlalu memamerkan yang ia miliki. Padahal sombong bukanlah sifat yang pantas dimiliki oleh manusia. Karena manusia hanyalah sebatas makhluk ciptaan Tuhan. Jadi seharusnya yang pantas mempunyai sifat sombong itu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa.
Kembali lagi pada pembahasan tentang ilmu. Apabila dikaji kembali, kata-kata “orang yang punya ilmu ialah lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang tidak berilmu.” Sangat sesuai jika dilihat pada realitas yang terjadi saat ini. Contoh mudahnya ialah dalam hal mencuri. Koruptor, perampok dan maling sama-sama melakukan tindak kriminal yaitu “pencurian”. Walaupun demikian ada perbedaan diantaranya. Di Indonesia khususnya yang terjadi di masa kini bahwa hukuman atau sanksi bagi para koruptor yang mencuri berupa uang lebih banyak dan juga tentunya lebih merugikan bagi banyak orang diberikan sanksi yang dapat dikatakan lebih ringan dibandingkan dengan para pencuri seperti halnya maling ayam atau pencuri lainnya. Terbukti, pada realitasnya saat ini untuk fasilitas penjara saja seorang koruptor dapat dengan nyaman tinggal di dalam jeruji besi dengan segala kemewahannya dan dijatuhi hukuman yang tergolong cukup singkat. Sedangkan untuk orang-orang yang mencuri ayam, sapi, dan sebagainya (pencuri kelas teri) malah mendapatkan fasilitas yang buruk dan dijatuhi hukuman yang begitu lama. Bahkan yang paling miris ialah kasus yang menimpa anak-anak di bawah umur yang dituduh mencuri sandal seorang aparat harus berhadapan dengan palu hakim pengadilan. Sungguh sangat tidak rasional sama sekali. Dari hal ini muncul pertanyaan, “mungkinkah ada permainan diantara hakim yang menangani kasus korupsi dengan para koruptor yang tertangkap basah mencuri uang rakyat?

Dari contoh di atas dapat dijadikan sebagai salah satu bukti bahwa untuk hal mencuri saja antara seorang koruptor yang tentunya mempunyai lebel pendidikan tinggi (berilmu) dengan seorang pencuri biasa yang cenderung memiliki pendidikan lebih rendah mendapatkan penilaian yang berbeda dimata hukum Indonesia.