“Ilmu Bisa
Mengangkat Derajat Seseorang”
Oleh:
Badri Stiawan
Belajar
adalah suatu pilihan. Sedangkan pintar dan bodoh adalah konsekuensi. Seseorang
akan tahu jika mencari tahu. Namun, dari kekuatan yang besar akan muncul
tanggung jawab yang besar pula. Sama halnya dengan orang yang mencari ilmu.
يرفع الله
الذين امنو منكم والذين اوتو العلم درجات.
Yang
intinya bahwa, “Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
dan orang-orang yang berilmu”.
Bagi
orang-orang yang memiliki keinginan dan kesadaran yang tinggi, ketika ilmu yang
diperoleh bertambah banyak maka orang tersebut pasti akan merasa semakin bodoh
(haus ilmu). Berbeda dengan orang-orang yang angkuh dan sombong. Hanya karena
memahami sebagian ilmu (sedikit) atau tahu secara sepintas saja sudah terlalu
memamerkan yang ia miliki. Padahal sombong bukanlah sifat yang pantas dimiliki
oleh manusia. Karena manusia hanyalah sebatas makhluk ciptaan Tuhan. Jadi
seharusnya yang pantas mempunyai sifat sombong itu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa.
Kembali
lagi pada pembahasan tentang ilmu. Apabila dikaji kembali, kata-kata “orang
yang punya ilmu ialah lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang tidak
berilmu.” Sangat sesuai jika dilihat pada realitas yang terjadi saat ini.
Contoh mudahnya ialah dalam hal mencuri. Koruptor, perampok dan maling
sama-sama melakukan tindak kriminal yaitu “pencurian”. Walaupun demikian ada
perbedaan diantaranya. Di Indonesia khususnya yang terjadi di masa kini bahwa
hukuman atau sanksi bagi para koruptor yang mencuri berupa uang lebih banyak
dan juga tentunya lebih merugikan bagi banyak orang diberikan sanksi yang dapat
dikatakan lebih ringan dibandingkan dengan para pencuri seperti halnya maling
ayam atau pencuri lainnya. Terbukti, pada realitasnya saat ini untuk fasilitas
penjara saja seorang koruptor dapat dengan nyaman tinggal di dalam jeruji besi
dengan segala kemewahannya dan dijatuhi hukuman yang tergolong cukup singkat.
Sedangkan untuk orang-orang yang mencuri ayam, sapi, dan sebagainya (pencuri
kelas teri) malah mendapatkan fasilitas yang buruk dan dijatuhi hukuman yang
begitu lama. Bahkan yang paling miris ialah kasus yang menimpa anak-anak di
bawah umur yang dituduh mencuri sandal seorang aparat harus berhadapan dengan
palu hakim pengadilan. Sungguh sangat tidak rasional sama sekali. Dari hal ini
muncul pertanyaan, “mungkinkah ada permainan diantara hakim yang menangani
kasus korupsi dengan para koruptor yang tertangkap basah mencuri uang rakyat?
Dari
contoh di atas dapat dijadikan sebagai salah satu bukti bahwa untuk hal mencuri
saja antara seorang koruptor yang tentunya mempunyai lebel pendidikan tinggi
(berilmu) dengan seorang pencuri biasa yang cenderung memiliki pendidikan lebih
rendah mendapatkan penilaian yang berbeda dimata hukum Indonesia.